Anggap saja Selat Hormuz ditutup


Anggap saja Iran merealisasikan ancamannya baru-baru ini untuk menutup Selat Hormuz. Dan mari kita katakan bahwa dengan seperlima dari pasokan minyak dunia tertahan, maka harga satu barel minyak itu hampir dua kali lipat, karena beberapa analis memprediksi lebih dari US$200.

Apa yang bisa dunia lakukan untuk membawa harga turun sebelum perekonomian global yang masih lemah ini akan didorong kembali ke dalam resesi?

Pipa yang menghindari selat bisa membawa ke pasar global setidaknya 7 juta dari 17 juta barel minyak yang dibawa kapal tanker melewati selat itu setiap hari.

AS bisa saja merilis minyaknya dari 700 juta barel dalam Cadangan Minyak Strategis, pertama kalinya sejak Perang Teluk 1991. Anggota lain dari Badan Energi Internasional (IEA), yang dibentuk setelah krisis minyak 1973-1974, juga bisa membuka keran cadangan yang bisa memenuhi kebutuhan untuk 90 hari.

IEA telah menyiapkan rencana untuk melepaskan sebanyak 14 juta barel per hari jika terjadi penutupan di Teluk. Adapun Arab Saudi, yang sejak lama ditunjuk sebagai penyesuai pasokan di dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), di atas kertas dapat memproduksi 3 juta barel per hari. Hampir semua anggota yang lain datar saja produksinya.

Sementara itu, konsumsi minyak AS hanya 9% saja yang berasal dari Teluk Persia. Negara-negara seperti China, India, Jepang dan Korea Selatan, bagaimanapun, lebih bergantung pada ekspor dari Teluk, khususnya dari Iran, untuk menggenjot ekonomi mereka.

Di Uni Eropa, negara yang dililit utang Yunani memperoleh 14% minyaknya dari Iran, Italia 13% dan Spanyol hampir 10%. Dan karena minyak adalah komoditas global, sejauh terkait harga, maka apa yang terjadi di Teluk Persia tidak hanya tinggal di Teluk Persia.

Untuk semua rudal yang dikendalikan Iran, bagaimanapun, hanya ada sedikit alasan untuk berpikir soal gertakan itu. Kenapa?

Ketergantungan
Upaya memblokir Teluk merupakan usaha bunuh diri ekonomi: Produk minyak berkontribusi pada 20% dari produk domestik bruto Iran, 80% diekspor dan merupakan 70% dari sumber pendapatan pemerintah.

Setiap upaya untuk menutup Teluk juga bisa memancing perang dengan AS dan menguapkan dukungan diplomatik dan sokongan yang Iran dapat dari negara-negara seperti China.

Pada akhirnya Iran tidak mungkin berniat untuk menutup selat, tapi ancaman untuk melakukannya masih dapat memicu ketidakpastian ekonomi yang luar biasa dengan konsekuensi yang sangat nyata. Terutama dalam dunia yang hyper-connected dengan kabel dan segala bentuk instrumen spekulatif kompleks.

Tantangannya mirip ketika berurusan dengan kelompok teroris seperti Al-Qaeda, yang mengendalikan perhatian masyarakat global dan segala sumber daya hanya untuk merespon potensi mereka, sedangkan tindakan sebenarnya dari kelompok itu jauh lebih kecil.

Dalam kedua kasus, pada akhirnya muncul upaya untuk menyeimbangkan risiko yang dapat jadi ancaman tersebut dengan menghadirkan biaya lebih tinggi untuk melindungi diri mereka.

Menambah Jalur Pipa
Menambah jumlah pipa akan menjadi awal yang baik. Sayangnya, Uni Emirat Arab baru saja mengumumkan bahwa pembukaan pipa 1,8 juta barel per hari yang menghindari selat akan ditunda sampai Mei.

Sementara itu, dengan perkiraan investasi US$600 juta maka bisa meningkatkan kapasitas yang dimiliki Arab Saudi dengan dua pipa yang mencapai Laut Merah hingga 11 juta barel per hari.

Dan jika Kerajaan itu ingin meningkatkan reputasinya sebagai penyeimbang dan dapat diandalkan soal pasokan minyak, maka mereka bisa mengeluarkan beberapa miliar dolar lagi untuk membangun pipa lain. Ini adalah proyek yang tidak terlalu “menyakitkan” jika memang harga tetap tinggi.

Gejolak saat ini juga jadi alasan lain mengapa Irak perlu untuk memperbaiki pipa ke Turki.

Sementara itu, rencana IEA untuk melepaskan cadangan minyak daruratnya hanya akan bermanfaat jika China, India dan negara non-IEA sepakat untuk tidak menimbun.

Tentu saja hal itu memerlukan koordinasi kebijakan lebih lanjut yang belum pernah dilakukan.

Selama beberapa tahun terakhir, secara umum AS telah mengurangi ketergantungan pada impor minyak dan khususnya dari Timur Tengah.

Namun, hampir empat dekade setelah guncangan minyak pertama, perekonomian masih sangat rentan terhadap ancaman pemangkasan minyak dari Teluk Persia. Hal ini tentu jadi pertanyaan pada komitmen triliunan dolar yang dikeluarkan AS untuk menstabilkan Teluk dan membuat Selat Hormuz tetap terbuka.
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال