Bahaya! Pemerintah Beri Izin Tambang Emas Setengah Pulau Sangihe

BBC Indonesia

Duniatera.com - Kabar tak sedap datang lagi dari dunia pertambangan. Ini karena pemerintah memberikan izin tambang emas seluas setengah dari luas Pulau Sangihe.

Menurut berita BBC, tambang emas ini berpotensi "menghancurkan" hutan resapan air utama pulau, dan tempat tinggal terakhir burung seriwang sangihe yang sangat langka. 

Dalam berita bertajuk Pertambangan emas Pulau Sangihe: Ancaman hilangnya burung endemik yang bangkit dari 100 tahun 'kepunahan' itu disebutkan bahwa Pulau Sangihe adalah tempat hidup burung endemik, Seriwang sangihe atau manu' niu.

Sebagai burung endemik, Seriwang sangihe hanya ada di Pulau Sangihe - pulau kecil terluar di utara wilayah Indonesia. Bahkan, burung ini pernah dianggap 'punah' selama 100 tahun. Hingga sekitar 20 tahun lalu, mereka terlihat kembali.

Populasi burung ini sendiri sudah terancam punah akibat rusaknya hutan di sana.  

Bukan hanya seriwang sangihe yang termasuk burung endemik di pulau tersebut, ada sembilan jenis burung endemik lainnya tinggal di hutan lindung Gunung Sahendaruman, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Empat jenis diantaranya berstatus kritis dan lima lainnya rentan.

Perusahaan yang mendapat izin tambang emas itu adalah Tambang Mas Sangihe (TMS).

Mereka telah mengantongi izin lingkungan dan izin usaha produksi pertambangan emas seluas 42.000 hektare, meliputi setengah bagian selatan Pulau Sangihe.

Termasuk di dalamnya adalah gunung purba seluas lebih dari 3.500 hektare tempat habitat burung endemik itu.

Baca selengkapnya: Gunung Sahendaruman, benteng terakhir burung Niu

Sebagai informasi, Gunung Sahendaruman merupakan area yang masuk dalam 42.000 hektare (57% Pulau Sangihe) wilayah tambang Perusahaan Tambang Mas Sangihe (TMS). Ini pun sudah menciut dari sebelumnya 123.000 hektare.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan bahwa TMS merupakan gabungan dari perusahaan Kanada, Sangihe Gold Corporation yang merupakan pemegang saham mayoritas sebesar 70%, dan tiga perusahaan Indonesia.

TMS memegang kontrak karya (KK) generasi VI sejak 17 Maret 1997 dan kemudian mengantongi persetujuan kelayakan lingkungan dari Provinsi Sulawesi Utara pada 25 September 2020.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi izin operasi produksi pada awal tahun ini.

Menanggapi soal izin tambang emas ini, aktivis satwa liar Indira Nurul Qomariah menyebut bahwa Sangihe termasuk pulau kecil sebagaimana didefinisikan dalam UU 27/2007 dan UU 1/2014 soal Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil. 

Kepulauan Sangihe dengan luas total 736 km² masuk sebagai pulau kecil. "Di pasal soal pemanfaatan, pulau kecil gak disebut boleh untuk kepentingan tambang," katanya lewat akun Twitter @indiratendi, 9 Juni 2021.


Adapun habitat satwa Rare, Threatened, Endemic (RTE) masuk sebagai kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) atau High Conservation Value (HCV).

"Kawasan ini harusnya prioritas untuk dilindungi, bukan dikasih izin konsesi. Ya masa satwanya dilindungi tapi habitatnya engga?"


Dia melanjutkan, di Sangihe juga rawan gempa bumi karena dilewati oleh dua lempeng besar dan dua lempeng kecil. "Kalo ada kegiatan blasting apa gak beresiko?"

Di sana juga ada 70 sungai yang jadi sumber air bagi masyarakat lokal. 

"Lalu soal perusahaan menawar tanah warga cuma Rp 5.000/meter. Setara harga 5 biji cilok," tulisnya lebih lanjut.

Ngeri sekali, bukan? Dan, Wakil Bupati Kepulauan Sangihe Helmud Hontong yang menolak kehdiran tambang sudah meninggal dunia di dalam pesawat rute Bali-Manado pada Rabu (9/6/2021).

Ayo berkontribusi dengan menandatangani petisi: Sangihe Pulau yang Indah, Kami TOLAK Tambang!

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال