Transformasi Kim Jong-un: Antara Tradisi dan Modernisasi

JAKARTA – Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, berada di persimpangan jalan yang menentukan masa depan negaranya. Di satu sisi, ia mewarisi negara dengan tradisi kepemimpinan otoriter yang keras dari keluarganya.  Di sisi lain, Kim menghadapi tekanan untuk membawa Korea Utara menjadi negara yang lebih modern dan terbuka. 

Dilema ini, yang dikenal sebagai "Dilema Diktator", menyoroti pertarungan internal Kim antara mempertahankan kekuasaan absolut atau mengambil langkah berani menuju modernisasi. Tulisan ini dibuat berdasarkan program National Geographic yang ditayangkan di Youtube dengan judul Dictator's Dilemma (Full Episode) | North Korea: Inside the Mind of a Dictator.

Kim Jong-un, yang berusia 36 tahun (pada 2022), memerintah Korea Utara dengan dukungan militer terbesar keempat di dunia dan arsenal senjata nuklir. Meski begitu, keinginannya untuk dikenali sebagai pemimpin modern tampak dalam berbagai upayanya untuk merombak citra negara dan kepemimpinannya. Mulai dari pembangunan resor ski hingga penampilan publik bersama istrinya, Kim berusaha menunjukkan sisi lain dari kepemimpinan Korea Utara yang selama ini dikenal tertutup dan represif.

Namun, perubahan yang dicoba Kim ini tidak lepas dari tantangan. Korea Utara masih berada di bawah sanksi internasional karena program nuklirnya, dan ekonominya sangat bergantung pada kegiatan ilegal seperti perdagangan senjata, narkotika, dan peretasan siber. Ini menunjukkan kompleksitas dalam usaha Kim Jong-un untuk membawa perubahan tanpa kehilangan kontrol atas negara yang telah lama dijalankan seperti "kartel kriminal besar".

Pembunuhan saudara tiri Kim Jong-un, Kim Jong-nam, di Malaysia pada tahun 2017 menyoroti cara-cara brutal yang masih digunakan untuk mempertahankan kekuasaan. Insiden ini juga menggarisbawahi ketakutan Kim terhadap ancaman internal dan eksternal, serta kesediaannya untuk menggunakan kekerasan demi mempertahankan kestabilan rezimnya.

Sementara itu, upaya modernisasi Kim Jong-un tidak hanya terbatas pada pembangunan infrastruktur dan perubahan citra. Ia juga mencoba memperkenalkan elemen-elemen teknologi modern seperti akses internet dan telepon seluler kepada rakyatnya, meskipun sangat terbatas dan terkontrol. Langkah ini menunjukkan kesadaran Kim akan pentingnya teknologi dalam mempertahankan loyalitas generasi muda Korea Utara.

Di balik semua ini, peran adik perempuannya, Kim Yo-jong, menjadi semakin penting. Dikenal sebagai "Putri Manis", Kim Yo-jong kini berperan penting dalam menjaga citra dan propaganda rezim, sekaligus menangani urusan luar negeri dengan cara yang lebih terbuka dibandingkan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Peningkatan peran Kim Yo-jong menunjukkan strategi baru dalam kepemimpinan Korea Utara, di mana tugas-tugas represif dan agresif didelegasikan untuk menjaga agar Kim Jong-un tetap terlihat sebagai pemimpin yang relatif moderat dan terkendali.


Poin Kunci:

  1. Dilema Modernisasi Kim Jong-un: Kim Jong-un berada di tengah pertarungan antara tradisi kepemimpinan brutal keluarganya dengan kebutuhan untuk diterima sebagai pemimpin modern yang sah.
  2. Pembunuhan Kim Jong-nam: Pembunuhan Kim Jong-nam menyoroti metode brutal yang masih digunakan untuk mempertahankan kekuasaan dan menunjukkan keparanoiaan Kim Jong-un terhadap ancaman terhadap rezimnya.
  3. Peran Kim Yo-jong: Meningkatnya peran Kim Yo-jong dalam kepemimpinan Korea Utara menunjukkan adaptasi rezim dalam menghadapi tekanan modernisasi, dengan membagi citra publik antara represi tradisional dan pendekatan kepemimpinan yang lebih terbuka.


  

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال