RESTRUKTURISASI BLTA: Kreditur meminta konsultan ahli



Kreditur PT Berlian Laju Tanker (BLTA) meminta konsultan ahli untuk melihat transaksi intercompany (intenal perusahaan) yang mengajukan tagihan Rp8,5 triliun, sebuah tambahan alasan untuk perpanjangan PKPU.

Pengurus penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), Andrey Sitanggang, mengatakan menerima tagihan intercompany tersebut tapi belum diverifikasi.

“Dokumen intercompany belum kami pahami betul, karenanya masih masuk dalam tagihan sementara,” ujarnya. Konsultan ahli, katanya, perlu waktu untuk bekerja diantaranya untuk melihat dasar utang tersebut.

Sebagai kreditur sementara, anak perusahaan yang memiliki piutang kepada induk memiliki hak suara dalam voting bilamana PKPU memerlukan tambahan waktu atau tidak.

Pada rapat pembahasan rencana perdamaian Jumat (10/8), Direktur Utama BLTA Widiharjo Tanudjaja menyampaikan permintaan tambahan waktu pengajuan proposal perdamaian.

“Mohon kreditur agar kiranya kepada kami diberi perpanjangan waktu selama 100 hari. Agar rencana restrukturisasi ini bisa kami teruskan lagi,” ujar Widiharjo.

Sebagian kreditur menyampaikan persetujuan namun dengan pengurangan, diantaranya ada yang meminta menjadi 60 hari.

Akan tetapi, ketetapan perpanjangan waktu baru akan ditentukan pada 15 Agustus dengan cara pemungutan suara. Di sinilah suara dari perusahaan terafiliasi bisa berpngaruh. Total tagihan yang diterima pengurus mencapai Rp22 triliun dari 162 kreditur.

Menurut pengurus, adanya transaksi intercompany sangat signifikan dan membuat proses PKPU semakin kompleks. Hal itu menjadi salah satu alasan debitur meminta perpanjangan atau PKPU tetap.

Andrey juga menyampaikan masih adanya dokumen tambahan yang diminta dari debitur dan adanya tagihan belakangan.

Angka Rp8,5 triliun itu berbeda dengan yang disampaikan pada rapat pencocokan piutang 7 Agustus yang mana pengurus menyampaikan adanya tagihan intercompany Rp800 miliar.

Pada pemaparan konsep perdamaian yang ditawarkan kepada kreditur, dikatehui bahwa perusahaan menderita kerugian dari kinerja usahanya di Jakarta sebesar US$3,2 juta per tahun.

Adapun kinerja usaha di Hongkong stabil dengan EBITDA US$4,4 juta per tahun, dan kineja usaha Chembulk sehat (US$17,94 juta per tahun). EBITDA adalah laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi.

Direktur Borelli Walsh Nicholas Yoong, yang menjadi konsultan BLTA, mengatakan langkah restruturisasi armada yang akan diambil di antaranya melepaskan kapal-kapal yang tidak menguntungkan, renegosiasi sewa, dan alokasi tonase.

“[Terdapat] 12 kapal dengan arus kas negatif, usia rata-rata 17,6 tahun,” katanya. Proses menjual atau membesi-tuakan sedang berlangsung dengan sasaran hasil diperkirakan US$19,7 juta.

Dalam paparannya, proses pelapasan kapal dengan pembesi-tuaan diperkirakan melambat karena harga turun dalam 2 bulan terakhir yang membuat pembeli pilih menunggu dan melihat situasi. Tambah lagi, para pmbeli mengambil keuntungan atas posisi BLTA untuk menekan harga.

Restruturisasi armada itu akan mengubah komposisi kapal perseroan menjadi 47 yang terdiri atas 34 kapal milik dan 13 kapal sewa.  Selain itu, akan terjadi perubahan dari manajer kapal internal, GBLT Shipmanagement Pte Ltd.,  ke Gold Bridge dan pihak ketiga.

GBLT merupakan perusahaan yang didirikan pada 2002 di Singapura yang seluruh sahamnya dimiliki BLTA secara tidak langsung. GBLT, yang merupakan manajer 26 kapal perseroan, memiliki 400 kreditur yang mencapai US$24 juta.

“Bantuan pendanaan yang ada untuk GBLT dari BLT tidak dapat bertahan dan GBLT akan dilikuidasi,” ungkap mereka dalam dokumen konsep rencana restrukturisasi.

Sementara itu, dari konsep perdamaian yang ditawarkan kepada kreditur diketahui bahwa BLTA masih memerlukan tambahan dana US$20,2 juta diantaranya untuk pembayaran dan restrukturisasi suplier dagang, pengurangan karyawan dan biaya litigasi ini.

Hal itu terungakap dalam pemaparan draf proposal perdamaian atau composition plan yang disampaikan dalam rapat di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Financial advisor BLTA, Nicholas Yoong, menyatakan belum tahu dari mana dana itu akan diperoleh. “Kami akan mencari investor,” ujarnya.

Dana sejumlah itu merupakan bagian dari kekurangan dari kebutuhan US$24,5 juta untuk modal kerja, pembayaran dan restrukturisasi kepada suplier dagang, perubahan manajer kapal BLTA kepada pihak ketiga, biaya terkait pengurangan karyawan, dan biaya restruturisasi (termasuk dokumentasi dan aplikasi pengadilan).

BLTA berencana menjual 12 kapal yang telah diidentifikasi sebagai penimbul kerugian atau menghabiskan uang. Dua kapal tanker ethylene akan dujual senilai US$62 juta dan hasilnya akan dibayarkan kepada kreditur mandated lead arranger (MLA) untuk mengurangi sisa utang.

Adapun hasil penjualan atau pembesi-tuaan 10 kapal sekitar US$18,3 juta akan disimpan BLTA sebagai modal kerja. Menurut pemaparan mereka, kreditur MLA juga telah setuju dan memberikan US$4,3 juta.

Di sisi lain, rapat umum pemegang obligasi (RUPO) BLTA IV tahun 2009 pada 8 Agustus menyatakan tidak setuju memberikan kuasa kepada wali amanat dalam pengambilan suara soal perpanjangan waktu PKPU.

Adapun, pemegang obligasi BLTA III tahun 2007 menyatakan menyetujui untuk memberikan kuasa kepaa wali amanat dalam voting proses PKPU. Persetujuan itu merupakan hasil voting dengan 52,83% suara dari seluruh jumlah obligasi yang terhutang yang hadir dalam RUPO.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال