Ganvie: Desa Terapung Legendaris Berusia Ratusan Tahun


Duniatera.com - Ganvie adalah sebuah desa terapung yang terletak di Danau Nokoué, dekat dengan Cotonou, Benin di Afrika Barat. Dikenal sebagai "Venice of Africa", Ganvie merupakan salah satu desa terapung terbesar di Afrika dengan sekitar 20.000 hingga 30.000 penduduk.

Desa terapung dengan kira-kira 3.000 bangunan yang menakjubkan itu berdiri megah di tengah danau. 

Didesain dengan variasi yang berbeda-beda, sebagian besar rumah di desa ini terbuat dari bambu yang diganti setiap tahun. Sementara beberapa rumah memiliki teras tanah yang menyuguhkan pemandangan indah dan tenang. 

Dengan perawatan rutin, rumah-rumah di Ganvie biasanya dapat bertahan selama 15 hingga 20 tahun, bahkan bisa lebih lama. Sejarah mencatat, Ganvie dibangun pada abad ke-16.

Sebagai latar belakang, pada saat itu, suku Fon di Afrika Barat sering memburu dan menangkap suku lain, termasuk suku Tofinu, untuk dijual ke orang Portugis. 

Untuk menghindari perburuan dan penangkapan, orang-orang Tofinu melarikan diri ke daerah Ganvie, memanfaatkan perairan dangkal dan pulau-pulau di danau Noku sebagai tempat perlindungan. 

Awalnya, mereka membangun rumah dengan lumpur yang menonjol di atas permukaan air. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka membangun rumah-rumah terapung yang menjadi ciri khas desa Ganvie. 

Bagi banyak orang, mungkin sulit membayangkan bagaimana kehidupan di lingkungan semacam itu. Namun, bagi suku Tofinu, Ganvie menjadi benteng pertahanan. Menurut kepercayaan mereka, menyerang orang-orang yang tinggal di air dapat mengundang hukuman dari dewa.

Dikisahkan, hingga tahun 1960-an, penduduk Ganvie, atau yang juga dikenal sebagai Ganfinius, hampir tidak pernah menginjak daratan kering, sehingga mereka kurang mahir berjalan. Namun, pada tahun 1970-an, ada kebijakan pemerintah untuk membuat pulau-pulau guna meningkatkan kualitas hidup penduduk. 

Danau Noku sendiri memiliki kedalaman antara satu hingga dua meter. Memanfaatkannya, beberapa penduduk Ganvie membuat lahan buatan dengan membawa tanah dari daratan. Tanah buatan ini memiliki fungsi ganda: sebagai tempat pemeliharaan hewan dan sebagai sarana pendidikan bagi anak-anak untuk belajar berjalan.

Hari ini, Ganvie dihuni oleh sekitar 25.000 jiwa. Meskipun berada di tengah danau dan memiliki lahan yang sempit, desa ini tetap mempertahankan tradisinya. Dari memelihara hewan ternak seperti keledai yang memakan tanaman hijau dari air, hingga memiliki berbagai fasilitas seperti gereja, masjid, restoran, rumah sakit, dan hotel yang semua berdiri di atas air. Satu-satunya bangunan yang berdiri di tanah kokoh adalah sekolah dan kuburan.

Salah satu kegiatan utama penduduk Ganvie adalah menangkap ikan. Mereka menggunakan perahu kayu tradisional yang disebut pirogo. 

Penduduk Ganvie juga telah mengembangkan berbagai metode unik untuk menangkap ikan, salah satunya dengan menggunakan daun palem yang berlabuh ke dasar danau. Ketika daun palem membusuk, banyak plankton muncul yang menarik banyak ikan. 

Mereka juga sangat sadar pentingnya menjaga lingkungan. Namun, masalah lingkungan menjadi tantangan utama, terutama limbah dari rumah tangga dan polusi dari kota serta industri di sekitarnya.

Kini, Ganvie menjadi tujuan wisata utama di Afrika Barat dan telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia karena keunikannya. 

Namun, desa ini menghadapi ancaman lingkungan, seperti polusi air dan limbah. Wisatawan pun dihimbau untuk tidak berenang di danau untuk menghindari kontaminasi.

Sebagai desa terapung dengan sejarah dan kekayaan budaya yang mendalam, Ganvie mengajarkan kita tentang keberlanjutan, adaptasi, dan kekuatan komunitas dalam menghadapi tantangan. 

Meskipun menghadapi berbagai rintangan, semangat dan keunikan Ganvie tetap hidup dan berkembang hingga saat ini.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال