Putusan MK Mendapatkan Sorotan dan Buka Pintu Gugatan ke Bawaslu


JAKARTA – Perkembangan hukum di Indonesia tampaknya tidak pernah berhenti menimbulkan kontroversi. Salah satu isu yang saat ini menjadi sorotan adalah Putusan 90 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait peluang Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo, untuk maju sebagai Calon Wakil Presiden bersama Prabowo Subianto di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D., seorang pengajar hukum tata negara, telah menyampaikan pendapatnya terkait situasi tersebut melalui sebuah rilis yang dikirimkan dari Melbourne, Australia, pada 23 Oktober 2023.

Dalam rilis tersebut, Prof. Denny menyampaikan keprihatinannya terhadap perkembangan negara hukum di Indonesia yang, menurutnya, semakin berjarak dengan keadilan konstitusional. Salah satu poin kritis yang ditekankan oleh Prof. Denny adalah dugaan benturan kepentingan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi, khususnya terkait dengan keterlibatan Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam Putusan 90. Ini diperparah dengan fakta bahwa Anwar Usman diketahui memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Joko Widodo, yang juga merupakan ayah dari Gibran Rakabuming Raka.

Pertanyaan besar yang muncul adalah apakah ada benturan kepentingan di balik putusan yang memungkinkan Gibran untuk maju sebagai cawapres bersama Prabowo? Prof. Denny berpendapat bahwa putusan tersebut memiliki hubungan langsung dengan keluarga Anwar Usman, yang menurutnya merupakan pelanggaran terhadap Peraturan MK tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

Menyikapi hal ini, Prof. Denny telah mengambil langkah konkret dengan mengirimkan surat ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada 27 Agustus 2023. Surat tersebut berisi dugaan pelanggaran etika yang dilakukan oleh Anwar Usman. Prof. Denny juga menegaskan bahwa karena dugaan benturan kepentingan ini, Putusan 90 menjadi tidak sah sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (6) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Selanjutnya, berdasarkan penalaran hukum, Putusan 90 yang dianggap tidak sah tersebut seharusnya tidak bisa dijadikan dasar untuk pendaftaran sebagai paslon Capres-Cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dengan demikian, jika KPU tetap menerima dan mengesahkan pendaftaran paslon yang didasarkan pada Putusan 90 tersebut, maka Prof. Denny mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan sengketa administrasi ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) guna membatalkan penetapan pasangan calon yang dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Isu ini tentunya menjadi sorotan publik mengingat besarnya dampak politik yang ditimbulkan. Pertarungan Pilpres 2024 diperkirakan akan menjadi salah satu pilpres terpanas dalam sejarah Indonesia, terlebih dengan kemungkinan pasangan Prabowo-Gibran yang membawa nuansa politik dinasti.

Dalam konteks yang lebih luas, polemik ini menggambarkan dinamika politik Indonesia yang senantiasa penuh dengan intrik dan kontroversi. Publik tentu menantikan respons dari pihak-pihak terkait, terutama Mahkamah Konstitusi dan KPU, terhadap pandangan yang disampaikan oleh Prof. Denny Indrayana. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Indonesia berharap akan mendapatkan kejelasan dan keadilan dalam proses demokrasi yang dijalankan.


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال