Satu Anak Meninggal per 15 Menit di Gaza Karena Gempuran Israel


JAKARTA – Kekerasan yang melanda wilayah Gaza terus meningkatkan jumlah korban jiwa, khususnya anak-anak. Organisasi non-pemerintah (NGO) Save the Children mengungkap fakta yang memilukan, dimana setiap 15 menit, satu anak di Gaza meninggal dunia akibat serangan udara Israel selama 11 hari terakhir.

Menurut data yang diungkapkan oleh Save the Children per 17 Oktober, angka kematian anak-anak akibat konflik ini sangat mengkhawatirkan. Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Kesehatan yang dikelola oleh Hamas di Gaza, per Minggu, 22 Oktober, jumlah anak-anak yang tewas telah mencapai 1.750 dalam 16 hari serangan Israel di Gaza.

Save the Children, dalam pernyataannya di laman resmi organisasi tersebut, menekankan urgensi gencatan senjata untuk menyelamatkan nyawa anak-anak yang tak berdosa. "Air hampir habis dan waktu hampir habis untuk anak-anak Gaza. Gencatan senjata harus disepakati untuk menyelamatkan nyawa anak-anak," demikian bunyi pernyataannya.

Pernyataan serupa datang dari The Defense for Children International - Palestina (DCIP). Organisasi tersebut menyebut apa yang terjadi di Gaza sebagai "genosida yang terjadi secara real time."

Penggunaan kekuatan militer yang tidak proporsional di Gaza memang menjadi kontroversi. Menurut aturan konflik bersenjata yang diakui secara internasional dan disahkan melalui Konvensi Jenewa 1949, anak-anak harus mendapatkan perlindungan dan diperlakukan dengan cara yang manusiawi. Namun, Israel berpendapat bahwa tindakan mereka di Gaza adalah upaya sah untuk menghancurkan Hamas dan dengan demikian, kematian warga sipil, termasuk anak-anak, tidak dianggap sebagai kejahatan perang.

Dampak dari serangan ini tidak hanya berupa kematian, tetapi juga dampak psikologis terhadap anak-anak yang selamat. Fadel Abu Heen, seorang psikiater anak di Gaza, mengungkapkan bahwa banyak anak-anak mulai menunjukkan gejala trauma serius. "Anak-anak mulai mengalami gejala seperti kejang-kejang, mengompol, ketakutan, perilaku agresif, gugup, dan enggan meninggalkan orang tua mereka," kata Fadel Abu Heen kepada The Guardian.

Kurangnya tempat perlindungan yang aman telah menciptakan suasana ketakutan yang mendalam di seluruh masyarakat, dan anak-anak menjadi kelompok yang paling terkena dampaknya. Mereka tidak hanya menjadi saksi dari kehancuran yang melanda rumah, sekolah, dan lingkungan mereka, tetapi juga harus menghadapi trauma dan ketakutan akan masa depan yang tidak pasti.

Menyaksikan kematian teman, keluarga, atau bahkan orang tua adalah hal yang sangat tragis bagi anak-anak yang masih dalam tahap pertumbuhan. Dampak jangka panjang dari trauma ini bisa sangat parah, menghambat perkembangan emosi, sosial, dan kognitif mereka.

Dengan terus berlanjutnya konflik dan tidak adanya titik temu untuk gencatan senjata, masa depan anak-anak Gaza menjadi sangat tidak pasti. Organisasi internasional dan pemimpin dunia perlu segera mengambil tindakan untuk mengakhiri konflik dan memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi muda di Gaza.

Dunia internasional harus bersatu untuk menuntut penyelesaian damai yang adil dan berkelanjutan. Setiap anak berhak mendapatkan masa depan yang cerah, bebas dari konflik, dan berhak untuk tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang.


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال